08 Maret 2011

Agar Si Kecil Mau Belajar Berjalan

S ejumlah kiat berikut ini boleh dicoba, dari pakai baby walker sampai "disabet" dengan belut.

Menurut teori perkembangan anak, usia rata-rata mulai berjalan sekitar 10-14 bulan. Namun tak sedikit bayi di rentang usia tersebut belum mulai berjalan, hingga orang tua pun cemas. Terlebih kala di ulang tahun pertamanya, si kecil belum juga menunjukkan tanda-tanda bisa berjalan, orang tua langsung panik. Itu sebab, orang tua berupaya dengan segala cara agar bayinya mau belajar berjalan. Nah, berikut ini sejumlah kiat yang bisa ditiru agar si kecil mau belajar berjalan, dipaparkan oleh Dr. H. Adi Tagor, Sp.A, DPH dari RS Pondok Indah, Jakarta.

* Upacara Tedak Sinten

Masyarakat Jawa amat akrab dengan budaya ini. Biasanya dilakukan kala bayi berusia 7,5 hingga 8 bulan. Dulu, upacara ini dimaksudkan untuk mensyukuri karunia Tuhan dalam bentuk biological/physical development. Jadi, secara tak langsung budaya tedak sinten membantu menyebarluaskan ilmu perkembangan anak manusia dengan cara kultural. Orang-orang dulu, kan, enggak membicarakan ilmu. Bila ditanya kenapa, kok, diadakan tedak sinten, mungkin jawabannya karena kaki bayi memang sudah "dipanggil" oleh bumi atau ibu pertiwi. Dengan kata lain, mereka pintar tapi tak mengembangkan ilmu empirik seperti yang kita kembangkan sekarang. Semuanya diperoleh melalui pengalaman; ketika melihat bayi usia 7,5 bulan kakinya ngeplek-nglepek ke bawah, nah, mulailah mereka membuat upacara tedak siten. Dari sisi ilmiah, di usia 7,5 hingga 8 bulan, bayi sudah punya refleks menapak. Putik-putik saraf si kecil sudah merasakan pressure atau tekanan di tapak kakinya, hingga ia ingin merasakan sesuatu di tapak kakinya dan merasa enak ketika menapak. Ini semua timbul lantaran perkembangan otak sebagai manusia erect (mahluk yang berdiri). Tentunya pada mahluk yang tidak berdiri takkan timbul perasaan seperti ini. Dengan demikian, kala merasakan enak menapak, si kecil pun terdorong untuk melangkahkan kakinya. Nah, dari sinilah awal ia mau mulai belajar berjalan.

* Biarkan Kakinya Menapak di Rumput yang Berembun

Tak usah takut si kecil akan kedinginan jika pagi-pagi tapak kakinya sudah dijejakkan di atas rumput yang berembun. Justru embun di rumput dapat merangsang putik-putik saraf di tapak kakinya. Bukan cuma tangan, lo, di kaki pun ada indra peraba. Hanya, indra peraba di kaki tak berkembang, yang lebih berkembang pressure sensor atau sensor tekanannya. Itu sebab, para astronot yang bebas grativasi hingga melayang-layang di udara, akan merasa aneh dan gatal di kaki lantaran tak ada tekanan.

Seperti halnya upacara tedak sinten, menapaknya si kecil di atas rumput berembun juga membuatnya merasakan enak di tapak kakinya, hingga merangsangnya menggerakkan kakinya untuk melangkah.

* Baby Walker Mendorong Bayi Belajar Berjalan

Kendati penggunaan baby walker masih pro-kontra, tapi sebetulnya baby walker justru mendorong si kecil belajar berjalan, lo. Bukankah dengan duduk di baby walker, ia jadi "bisa" berjalan? Nah, inilah yang mendorongnya untuk menggerak-gerakkan kakinya agar bisa berjalan. Kita pun jadi tak lelah karena harus mentetah si kecil yang baru belajar berjalan.

Jadi, tak benar, ya, Bu-Pak, anggapan bahwa baby walker cuma membuat bayi jadi malas berjalan. Soalnya, jika si kecil sudah siap dan berani untuk berjalan, ia akan minta keluar dari baby walker-nya, kok. Nah, disinilah kita harus hati-hati. Biasanya karena si kecil ingin keluar, baby walker dapat terguling hingga si kecil pun terjungkal. Jadi, kalau sudah ada tanda-tanda si kecil tak betah lagi di baby walker-nya, lebih baik keluarkan saja ia dari baby walker-nya. Setelah fase ini biasanya baby walker akan berubah fungsi menjadi benda yang didorong-dorong oleh si kecil, tak ubahnya seperti mainan yang bisa didorong. Namun bila khawatir hal ini bisa membahayakan dirinya, toh, kini sudah tersedia mainan berbentuk mobil-mobilan yang dilengkapi dorongan. Rodanya pun bisa disetel hingga tak terlalu cepat bila si kecil mendorongnya. Alat ini memang dirancang untuk bayi yang sudah keluar dari baby walker, yaitu sekitar usia 8,5 hingga 9 bulan.

Baby walker boleh digunakan sejak bayi usia 6,5 bulan, tapi sadelnya harus disetel agar kaki si kecil menggantung. Soalnya, di usia ini, sebagai makluk erect, si kecil merasa ada kebebasan untuk bergerak dan berjalan, tapi ia belum punya kemampuan karena sebenarnya di usia ini ia baru bisa merangkak. Baru di usia 7,5 bulan, ia sudah siap untuk menapak hingga sadel bisa diturunkan. Selanjutnya, di usia 9 bulan biasanya si kecil tak mau lagi menggunakan baby walker karena sudah ingin berjalan sambil berpegangan pada suatu benda.

Yang penting diperhatikan, kala si kecil masih menggunakan baby walker, ia harus diawasi dengan ketat. Ingat, ia bisa terjungkal jika roda baby walker melaju kencang atau ia "berjalan" sambil tangannya melakukan hal-hal berbahaya semisal menarik taplak meja yang penuh benda atau malah memegang colokan listrik, dan lainnya. Di negara-negara maju seperti Amerika, baby walker diwajibkan menggunakan rem. Dengan begitu, kala kita ingin meninggalkan si kecil sebentar, ia tak bisa bergerak ke mana-mana. Sayang, di negeri kita masih banyak beredar baby walkertanpa rem. Jadi, jangan lengah mengawasi si kecil, ya, Bu-Pak.

* "Sabet" Kakinya Pakai Belut

Cara ini kerap dilakukan oleh orang tua yang anaknya belum juga bisa berjalan selewat usia bayi. Orang-orang tua jaman dulu percaya, cara ini mampu mendorong anak untuk mau berjalan. Tentu saja, kita boleh percaya, boleh juga tak percaya. Jadi, tak masalah bila kita pun ingin menerapkannya pada si kecil. Toh, secara biomedik juga tak membahayakan si kecil. Asal menyabetnya jangan keras-keras, ya, Bu-Pak. Sayang, kebiasaan ini tak bisa dijelaskan secara ilmiah. Tak beda dengan "acara" memasukkan bayi ke dalam kurungan ayam yang menjadi bagian upacara tedak sinten, juga tak ada penjelasan ilmiahnya. Namun secara kultural, "upacara" menyabet kaki anak pakai belut mampu menarik perhatian masyarakat hingga tahu bagaimana pentingnya fase berjalan ini.

SETELAH INSTING BERJALANNYA TIMBUL

Tentu kita harus terus mendorongnya agar si kecil makin termotivasi untuk belajar berjalan. Berikut saran dari Adi Tagor.

* Jangan senewen kala si kecil terjatuh. Jadi, tak perlu berteriak kaget apalagi sampai histeris. Pura-pura cuek aja, deh, tapi sambil tetap dilihat apakah lukanya berat atau tidak.

* Mainan yang didorong amat membantu si kecil terampil berjalan. Tak perlu mahal karena yang penting fungsinya. Kita pun bisa membuatnya sendiri dari kayu yang diberi roda. Yang penting ada kreativitas.

* Sediakan alat bantu untuk berpegangan, entah meja-kursi atau boks tidurnya. Yang penting, bendanya stabil atau tak mudah goyang apalagi jatuh saat dipakai si kecil untuk berpegangan. Juga aman tentunya dalam arti tak ada hal-hal yang bisa membahayakan si kecil seperti paku yang menonjol, ujung meja yang runcing, dan sebagainya.

* Perhatikan keamanan ruangan. Singkirkan semua benda yang mudah pecah atau dapat membahayakan si kecil. Bila mungkin, lengkapi ruangan dengan karpet hingga bila terjatuh, si kecil tak merasa terlalu sakit.

* Ciptakan suasana gembira. Antara lain, beri ia teman sebaya untuk belajar berjalan. Dengan begitu, ia merasa mendapat "saingan" yang seimbang, hingga makin terpacu untuk juga bisa berjalan seperti "saingan"nya.

Saat ini banyak tempat bermain untuk batita, termasuk bayi. Kita bisa memanfaatkannya, terutama jika di rumah tak ada teman sebaya buat si kecil. Selain si kecil bisa bermain dengan fasilitas yang ada, ia pun bisa mengembangkan psikomotoriknya. Jadi, bila temannya seusia di tempat bermain itu sedang giat berlatih berjalan, tak tertutup kemungkinan si kecil jadi terdorong untuk ikut belajar berjalan juga. Namun jangan bawa si kecil ke sana kala tengah sakit semisal batuk-pilek, karena bisa membuat kondisinya tambah parah, disamping merugikan teman-temannya.

* Selalu dampingi si kecil. Idealnya, si pendamping adalah orang yang masih tangkas hingga bila si kecil menunjukkan tanda-tanda akan jatuh, si pendamping bisa cepat mengamankannya.

* Jangan bandingkan kemampuan si kecil dengan teman-temannya ataupun saudaranya. Misal, si kakak dulu sudah bisa berjalan di usia 10 bulan, sedangkan si adik sudah lewat 10 bulan belum juga menunjukkan tanda-tanda mau belajar berjalan. Ingat, perkembangan tiap anak berbeda-beda, karena perkembangan otak dan alat koordinasinya tak sama. Selain faktor genetik dan latihan, serta sifat si kecil ­pemberani atau penakut- juga ikut mempengaruhi cepat

Faras Handayani/nakita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CORONA

hmmm... sudah lama tdk sekolah, sejak ada virus corona sekolah libur, kantor libur dan toko banyak yang tutup. Sejak bulan Maret 2020 sekola...